Success Story of Home Parenteral Nutrition In A Case with Proximal Jejunostomy: Moving Evidence to Practice
dr. B. Parish Budiono, Msi.Med, Sp.B-KBD
dr. M.R. Arientasari W.H, M.Kes, Sp.GK
Home Parenteral Nutrition (HPN) merupakan dukungan nutrisi untuk pasien dengan asupan gizi enteral yang inadekuat dan telah melewati masa perawatan akut di rumah sakit.1 Indikasi HPN pada pasien dengan chronic intestinal failure (CIF) adalah saat terjadi kejadian lanjutan seperti short bowel syndrome (SBS), komplikasi pasca operasi, fistula enterokutan, dismotilitas usus dan enteropati akibat radiasi. Tujuan nutrisi parenteral adalah untuk menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan nutrisi serta meminimalkan risiko efek samping, mengurangi komplikasi yang mengancam jiwa dan menurunkan kualitas hidup.2,3
Pemberian HPN mencakup makronutrien, vitamin, elektrolit dan cairan di rumah pasien melalui central venous catheter (CVC) atau peripherally inserted central catheter (PICC) yang menetap.1 HPN diberikan antara dua belas hingga empat belas jam dengan frekuensi yang bervariasi dari setiap hari menjadi tiga atau lima kali seminggu. Perawatan HPN mengharuskan pasien untuk belajar dan mengikuti teknik aseptik yang ketat untuk mencegah terjadinya infeksi CVC/PICC yang digunakan untuk infus.1 Pasien menjadi bergantung pada PN untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan serta elektrolit jangka panjang, serta beresiko malnutrisi dan dehidrasi jika perawatan dihentikan saat keluar dari rumah sakit. Tanpa HPN pasien CIF akan mengalami dehidrasi dan gagal ginjal sehingga berpotensi mengancam nyawa.2,4Sebelum ditemukannya parenteral nutrition (PN) pada 1960-an pasien CIF akan meninggal karena malabsorbsi kronis dan malnutrisi. Nutrisi parenteral merupakan terapi live saving pada pasien dengan intestinal failure (IF) yang irreversible.4
Intestinal failure didefinisikan sebagai kondisi penurunan absopsi nutrisi pada usus, yaitu penyerapan makronutrien (lemak, protein dan karbohidrat), air, mineral dan vitamin dari makanan untuk menjaga kesehatan atau mempertahankan kehidupan.4,5 Termasuk IF berat ketikapasien memerlukan nutrisi parenteral dan atau elektrolit dan air. Kondisi ini mungkin dapat bersifat sementara jika fungsi usus dapat dipulihkan.4Short bowel syndrome (SBS) biasanya digunakan untuk menggambarkan kondisi klinis akibat IF. Definisi SBS adalah subkelompok IF yang mana usus halus kurang dari 200 cm (atau 75% hilang) sebagai akibat dari operasi abdomen yang kompleks, penyakit usus, atau kongenital. SBS adalah gangguan malabsorpsi akibat tidak dapat mempertahankan keseimbangan energi protein, vitamin, elektrolit, dan cairan melalui asupan diet normal. Hal ini secara bermakna berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas, kualitas hidup menurun, dan meningkatnya biaya perawatan kesehatan.2
Pada keadaan pasca bedah yang mana usus halus bagian proksimal kurang dari 200 cm dan terpasang jejunostomi, pasien berisiko mengalami kondisi high output stoma (HOS). Stoma adalah lubang yang terbentuk baik secara alami atau pembedahan, yang menghubungkan sebagian rongga tubuh dengan lingkungan luar. Stoma yang terbentuk dari usus halus bagian proksimal (sisa usus kecil kurang dari 200 cm) disebut sebagai jejunostomi dan yang terbentuk dari usus halus bagian distal disebut ileostomi dan bila terbentuk dari colon disebut colostomi. Secara anatomi keadaan tersebut disebut sebagai SBS, sehingga pasien dengan jejunostomi seringkali dikelola dengan cara yang serupa dengan SBS.2,3,6Pada tiga minggu pertama pasca operasi, pasien yang terpasang jejunostomi akan mengalami masalah dengan banyaknya cairan yang keluarnya dari stoma. Pasien SBS dengan jejunostomi secara umum lebih sulit dalam pengelolaannya, dan membutuhkan dukungan PN secara permanen, karena output stoma lebih dari 2000ml per hari.Bila sisa panjang usus fungsional < 50-70 cm merupakan kondisi kritis yang membutuhkan PN permanen karena berisiko dehidrasi, gangguan elektrolit dan inadekuat absopsi nutrisi.6,7Usus halus bagian proksimal akan beradaptasi dengan kehilangan cairan dan elektrolit dari stoma.Setelah masa adaptasi, hilangnya elektrolit berkurang sekitar 70% dan output menurun menjadi rata-rata 750 ml / hari (10-15 mL/ kg/hari.6
Kebutuhan total energi pada pasien dengan HOS lebih besar, osmolaritas asupan oral dari makanan dijaga tetap rendah,300 mOsm/kgdengan pemberiankandungan lemak / karbohidrat yang relatif tinggi, defisiensi mikronutrien juga sering terjadi.6 Secara umum, pasien disarankan mengkonsumsi diet rendah serat, menghindari produk gandum dan buah-buahan dan sayuran dengan kulit, diet hiperosmolar juga harus dihindari seperti minuman soda atau sari buah, jus buah, dan minuman kemasan dengan kandungan gula yang tinggi.2Bila total asupan energi kurang dari sepertiga, maka diperlukan pemberian PN.6
Kebutuhan nutrisi HPN harus mencakup faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan termasuk kondisi medis, penilaian status gizi, tingkat aktivitas, dan pembatasan cairan serta fungsi organ. Pemberian karbohidrat dan intralipid pada pengelolaan PN digunakan untuk mencukupi kebutuhan kalori, dan untuk mencegah reaksi hiperglikemia, pemberian awal PN dimulai dengan kalori yang rendah.Kebutuhan total energi adalah 20–35 kkal/kg/hari dan protein 1-1,2 g/KgBB/hari, berdasarkan penilaian pasien secara individu. Jumlah total energi yang diberikan mungkin lebih dari yang dibutuhkan akibat ketidakefektifan absopsi nutrisi secara oral maupun enteral. Perubahan diet dan asupan cairan terus menerus dilakukan untuk stimulasi adaptasi usus dan mengoptimalkan absopsi nutrisi. Seiring berjalannya waktu, absopsi nutrisi dari saluran cerna akan membaik karena adaptasi usus, sehingga perlu pemantauan keseimbangan antara asupan oral, nutrisi enteral dan parenteral.2,8
Case report
Bulan Januari 2018 : Pasien wanita usia 45 tahun menjalani operasi laparatomi cito yang disebabkan peritonitis generalisata akibat perforasi ileum disertai perlengketan, sehingga dilakukan tindakan jejunostomi proksimal (75 cm) double barrel. Seminggu sebelumnya pasien menjalani operasi pengangkatan kista ovarii kiri. Keadaan umum pasien sadar, tampak lemah. Pemeriksaan antropometri TB: 154 cm, BB : 35kg, IMT : 14,7 kg/m2, muscle wasting (+2), loss of subcutaneous fat (+3), kapasitas fungsional bedridden. Diagnosis gizi malnutrisi berat, underweight, hipermetabolik, stoma jejunostomi proximal double barrel.
Terapi gizi awal diberikanTotal Parenteral Nutrition (TPN) pasca operasi selama tiga hari dan selanjutnya pemberianPartial Parenteral Nutrition (PPN) dengan pemberian formula oligomerik yang mulai rendah, total kalori yang diberikan 1500 kkal, 45 g protein. Selama di RS cairan stoma lebih dari 1800ml/hari. Pasien diperbolehkan pulang 10 hari pasca laparatomi dengan melanjutkan HPN dan asupan oral berupa diet lunak dan ekstra nutrisi enteral.
Selama 2 minggu perawatan di rumah, terjadi iritasi luas disekitar stoma akibat cairan stoma keluar dari kantong stoma, sehingga berdampak anoresia, pasien sulit gerak karena kesakitan akibat gesekan kantong stoma dengan luka. Dalam 3 bulan, pasien sering di rawat di RS akibat dehidrasi dan gangguan elektrolitmeskipun diberikan HPN melalui jakur perifer, kondisi umum tampak lemah dan demam. Inadekuat HPN disebabkan jalur perifer sering edema akibat osmolaritas PN yang diberikan < 900osm, dengan tetesan 30 ml/jam. Pasien disarankan untuk menjalani pemasangan PICC sebagai jalur akses pemberian PN karena dibutuhkan cairan PN dengan osmolarias >900osm.
Bulan September 2018 pasien siap menjalani operasi penutupan jejunostomi. Pemeriksaan antropometri BB stabil, BB : 35kg, IMT : 14,7 kg/m2. Dua hari pasca operasi penutupan jejunostomi, terjadi distensi abdomen, terpasang NGT yang dialirkan, cairan berwarna kuning jernih sekitar 500ml/hari. Pada pemeriksaan abdomen tidak ada bising usus, pasien mual dan muntah setiap diberikan gut feeding per oral. Hasil pemeriksaan foto BNO 2 posisi didapatkan obstruksi di bagian ileum, sehingga dilakukan cito laparatomi ulang dan kembali dibuatkan stoma jejunustomi proximal.
Luka operasi terbuka sepanjang 4 cm pada hari ke 7 dan dilakukan repair burst abdomen. Pasien juga mengalami wound dehiscence dengan dimensi 10 x 3 cm. Desember 2018 dilakukan tindakan penutupan dinding abdomen dan dipasang drain kanan kiri sepanjang luka operasi.
Pasien menjalani HPN selama 14 bulan atas indikasi jejunostomi proksimal (75 cm), dan berisiko dehidrasi, gangguan elektrolit dan inadekuat absopsi nutrisi meskipun asupan per oral adekuat. Tiga bulan terakhir ini pasien tidak menggunakan CVC/PICC karena sering panas dan menggigil. PN kembali diberikan melalui perifer. Selama HPN pasien memiliki beberapa efek samping seperti gangguan fungsi hepar, infeksi kateter, pusing, kejang, dan demam. Monitoring laboratorium dilakukan setiap 2 minggu terutama monitoring elektrolit dan fungsi hepar.
Pasien yang menjalani operasi abdomen yang kompleks, atau mengalami komplikasi bedah dapat terjadi disfungsi usus, sehingga memerlukan dukungan nutrisi parenteral selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.Pemberian HPN mencakup kebutuhan makronutrien, elektrolit, vitamin dan imunonutrisi. Tindakan operasi untuk mengembalikan kontinuitas usus perlu dipertimbangkan untuk memperbaiki keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi serta meningkatkan kualitas hidup. HPN dapat mempertahankan kualitas hidup pasien, dan berguna untuk mempersiapkan pasien yang akan dilakukan operasi.
Leave a reply →