SIMPUL-SIMPUL EMAS SMC RS TELOGOREJO ERA 80-85
Lembaran tahun 1981 kembali disibak oleh karsa dan karya RS. Telogorejo tahun. Sehari setelah peringatan hari Kartini, tanggal 22 April 1981, serta beberapa pelatihan digelar lancar dan berdenyut sepanjang kurun gebrakan kembali digelar di Rumah Sakit Telogorejo. Gebrakan itu berupa tersebut Soepardjo Rustam, Gubernur KDH I Jawa Tengah, berkenan peresmian ICU dan CCU. Dalam kesempatan yang membahagiakan meresmikan kedua unit vital itu. Kedua simpul sukses terus digulirkan dan dikembangkan mengarah terwujudnya unit hemodialisa, sebuah unit yang sangat dibutuhkan masyarakat pada waktu itu, bahkan hingga saat ini.
Memang, jalan menuju terwujudnya unit Hemodialisa tidaklah datar dan lurus. Jalan menuju sukses itu ternyata cukup berliku dan memerlukan kegigihan serta stamina yang tinggi. Tahap demi tahap mesti dilalui. baik dari pengadaan peralatan hingga pemantapan sumber daya manusia yang ada. Akhirnya kerja keras itu membuahkan hasil yang tidak saja membanggakan pihak rumah sakit, tetapi juga melegakan masyarakat kota Semarang pada khususnya, dan masyarakat Jawa Tengah pada umumnya, khususnya bagi mereka yang membutuhkan pelayanan tersebut.
Dibidang pengembangan sumber daya manusia pada sub-bidang pendidikan keperawatan, rumah sakit ternyata memiliki kepedulian terhadapnya dengan mendirikan Sekolah Perawat. Sekolah Juru Kesehatan yang didirikan sejak tahun 1963, pada tahun 1981 dikonversikan menjadi Sekolah Perawat Kesehatan (SPK). Perubahan ini tidak sekedar perubahan nama, namun disertai pula perubahan paradigma yang cukup mendasar guna memenuhi tuntutan perkembangan dunia keperawatan. Dalam perjalanan waktu tahun 1963 sekolahan itu berubah nama dan substansi menjadi Sekolah Juru Kesehatan. Setelah itu seiring dengan kemajuan jagad keperawatan, pada tahun 1966 sekolah itu berubah nama lagi menjadi Sekolah Pengamat Kesehatan Umum. Nampaknya denyut perubahan itu terus bergulir. Pada tahun 1969 dinamika perubahan nama sekolah itu kembali terjadi menjadi Sekolah Pengatur Rawat.
Melintasi waktu, RS. Telogorejo semakin menunjukkan eksistensinya. Bersamaan dengan itu komunitas rumah sakitpun menjadi bertambah banyak dan membengkak. Untuk meningkatkan kualitas komunikasi internal rumah sakit agar tercipta iklim kebersamaan dan kekeluargaan maka model-model komunikasi konvensional yang ada dirasa menjadi ampak usang, kurang memadai. Padahal untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi terciptanya budaya kerja dengan satu visi diperlukan media komunikasi lain yang lebih efektif. Tanggap akan kebutuhan tersebut maka pada tahun 1985 Rumah Sakit Telogorejo menerbitkan majalah Gema Telogorejo yang terbit dua bulanan. Kandungan majalah tersebut tidak sekedar memperkenalkan dan mengulas teknologi mutakhir yang dimiliki rumah sakit, namun dalam perjalanan waktu media itu menampung pula aspirasi dan inspirasi dari para anggota Rumah Sakit Telogorejo.
Gelombang revolusi informasi saat tengah melanda dunia, seakan-akan menyetujui ramalan seorang futuris Alvin Toffler dengan “Gelombang Ketiga-nya”. Jauh hari ternyata terbukti bahwa secara “diam-diam” rumah sakit tersebut telah mengantisipasi kemunculan “gelombang” tersebut. Komputerisasi mulai “disemaikan” di “ladang” rumah sakit secara bertahap. Awalnya bagian yang tersentuh teknologi informasi yang berujud komputer itu adalah bagian administrasi keuangan, rekam medis, bagian penerimaan penderita dan Direksi. Dalam perjalanan waktu teknologi informasi komputer itu merebak ke segala penjuru rumah sakit. Hal ini barangkali merupakan embryo dari Hospital Information System yang dimiliki RS. Telogorejo sekarang ini.
Di masa RS. Telogorejo berusaha menggapai puncak-puncak prestasinya, dunia diterpa gelombang resesi ekonomi yang lumayan dasyat. Bahkan dapat dikatakan tidak ada satu “jengkal” negarapun yang mampu menghindar darinya. Semua terkena imbasnya. Dalam kondisi yang demikian parah, nampaknya tidak mampu menyurutkan semangat rumah sakit untuk tetap mengukir simpul prestasi. Buktinya, pada tahun 1981 peralatan medik yang canggih tetap didatangkan, seperti audiometer, autospirometer dan Hypohypertermia machine dan peralatan lainnya. Pada tahun yang sama rumah sakit mendapat kunjungan tamu dari Asian Hospital Federation yang berasal dari perwakilan negara Korea, Jepang, Taiwan dan Filipina untuk melihat kemajuan yang telah dicapai RS. Telogorejo.
Di belahan tahun 1985, tepatnya bulan Juli 1985, paket General Check Up diluncurkan, sebuah paket kesehatan yang masih tergolong langka untuk ukuran waktu itu. Paket ini dikemas dengan sentuhan khusus yang sangat memperhatikan kebutuhan dan kenyamanan pasien. Pada tahun yang sama “soko guru perekonomian” didirikan di rumah sakit tersebut. Soko guru perekonomian yang disebut Koperasi itu dinamakan “Koperasi Karyawan/Karyawati” RS. Telogorejo.
Resesi ekonomi yang berkepanjangan ternyata tidak saja mampu melumpuhkan sendi-sendi perekonomian, tetapi dampak daripadanya alah maraknya “wabah” pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat gulung tikarnya roda perusahaan. Dalam kondisi yang demikian, RS. Telogorejo ternyata masih tetap mampu menggoreskan prestasi tersendiri. Dengan berbekal filosofi rumah sakit yang menitikberatkan pada humanisme, rumah sakit itu tidak melakukan pemutusan hubungan kerja karena alasan ekonomi.
Sehari setelah tanggal 17 Agustus 1985, hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-40 dan dalam kelumpuhan sendi-sendi ekonomi negara, rumah sakit tetap menunjukkan simpul prestasi yang spektakuler. Operasi cangkok ginjal dengan kecanggihan teknologi dan tingkat keahlian khusus telah dilakukan di rumah sakit ini. Gebrakan yang ditangani oleh Tim Transplantasi Rumah Sakit Telogorejo akhirnya membuahkan kesuksesan. Prestasi gemilang tersebut diulangi dan diulanginya lagi pada tanggal 6 Oktober dan 26 Oktober 1985.
Pada tahun 1985 komitmen manajemen terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) telah muncul dan melakukan praksisnya. Berbagai pelatihan pemadaman kebakaran dan evakuasi pasien diagendakan dan Rumah Sakit ini sudah mulai merintisnya dan memasyarakatkannya di dilaksanakan secara teratur. Disaat Budaya K3 belum dilirik banyak pihak semua komunitas rumah sakit.
Leave a reply →