logo
  • Panggilan Kedaruratan
    024 - 845 7000
  • Reservasi & Call Centre
    024 - 8646 6000
  • Hotline BPJS
    0811 - 261 - 5046
  • Humas SMC RS Telogorejo
    0811 - 2791 - 949
  • Nyeri Punggung Bawah

    Nyeri Punggung Bawah

    Nyeri punggung bawah ( NPB) atau low back pain dikeluhkan oleh hampir 80% orang dewasa selama hidupnya dan merupakan penyebab disabilitas serta absen kerja tersering kedua. Sekitar 85% kasus NPB non spesifik. Prevalensi NPB meningkat sesuai bertambahnya usia dan paling sering terjadi pada usia dekade empat.

    Definisi NPB adalah nyeri yang dirasakan didaerah punggung bawah ,dapat berupa nyeri lokal, nyeri radikuler ( nyeri yang menjalar ) atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara tepi iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu daerah lumbal atau lumbosakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri kearah tungkai dan kaki ( nyeri radikuler) .Berdasarkan waktu onset NPB dikategorikan atas akut ,subakut dan kronik. NBP akut terjadi dibawah 6 minggu,NPB subakut apabila nyeri menetap sejak enam minggu sampai 12 minggu awitan nyeri walau ada yang berpendapat sejak empat minggu awitan.Bila nyeri dalam satu serangan tetap menetap lebih dari 12 minggu atau melebihi periode waktu penyembuhan dikatakan NBP kronik.

    Penyebab NBP banyak dan bervariasi. Menurut penyebabnya NPB dibagi menjadi tiga kelompok yaitu NPB nonspesifik,NPB dengan sindroma radikuler dan NPB dengan kelainan patologis serius. Jenis yang perlu diwaspadai adalah NBP dengan red flags ( kelainan patologis –serius) lanjut yang dapat disertai sindroma radikuler.Penyebab NPB dengan red flags adalah fraktur vertebra,infeksi,neoplasma/keganasan atau ditandai oleh defisit neurologis yang berat.Pembagian NBP ini membantu kita dalam menentukan terapi dan prognosis.Faktor yang berperan dalam perubahan NBP menjadi kronik adalah faktor biopsikososial ( yellow flags ). Penapisan ini dapat mengidentifikasi resiko NPB kronik dan juga kemungkinan terjadinya disabilitas .Sekitar 90% NBP tanpa red flags mengalami penyembuhan spontan dalam 4 sampai 6 minggu  dan cenderung berulang.Umumnya NPB non spesifik dengan sindroma radikuler sembuh spontan dalam dua minggu dan sebagian kecil dalam 6- 12 minggu .Hanya 1-2 % kasus yang memerlukan evaluasi untuk tindakan bedah.

    Dengan mengurangi atau menghilangkan faktor resiko diharapkan dapat mengurangi insiden NPB. Faktor resiko dibagi atas fisik ,pekerjaan/ okupasi dan psikososial.Faktor fisik adalah awitan NPB usia 35 – 55 tahun , riwayat NPB sebelumnya ,kehamilan terutama trimester ketiga ,kebugaran. Faktor pekerjaan yang beresiko adalah posisi tubuh statik seperti duduk atau berdiri lama , tubuh terpapar getaran seperti pengemudi ( truk ),mengoperasikan alat getar,sering mengangkat/menarik beban berat, membungkuk dan berputar.Faktor psikososial yang bermakna misalnya kepuasan kerja dan dukungan sosial.Faktor resiko lain adalah tuntutan kerja dan tuntutan mutu tinggi ,muatan kerja rendah bahkan kehidupan pribadi.

    Dalam menghadapi kasus NPB kita harus mencari adanya tanda tanda red flags dan sindroma radukiler termasuk adanya stenosis kanal.Bila tidak ditemukan tanda ini, biasanya dianggap NPB termasuk non specific murni.Anamnesis dan pemeriksaan terarah sangat membantu mencari adanya tanda tanda red flags.Setelah menyingkirkan tanda red flags,maka selanjutnya dicari gejala yellow flags yang mengarah pada kemungkinan NBP berkembang menjadi diasbilitas kronik.

    Untuk menentukkan jenis NPB langkah yang harus dilakukan sama seperti pada penyakit lain. Mulai dari anamnesis ,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis hendaknya dapat digali mengenai lokasi,penjalaran,sifat,intensitas nyeri ,kapan terjadinya keluhan,keadaan saat awitan dan lamanya nyeri.Jangan lupa untuk ditanyakan mengenai perjalanan penyakit,faktor yang memperberat dan memperingan ,hubungan dengan posisi dan waktu aktifitas harian,serta pekerjaan sehari hari yang dilakukan.Adakah deficit neurologi dan keluhan visera. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dalam posisi tegak,tidur terlentang, telungkup. Bagian yang nyeri diperiksa paling akhir.Pada posisi tegak dilihat cara berjalan ,apakah pasien jongkok dan berdiri serta fungsi intergritas sendi panggul dan tungkai.Perhatikan tulang belakang ,paraspinal,bokong kedua tungkai ,juga dinilai mobilitas punggung. Beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk kasus NPB diantaranya pemeriksaan Neurofisiologis yaitu EMG.Pemeriksaan ini dilakukan pada NPB dengan penjalaran nyeri ke tungkai dan dapat membantu menentukan tinggi lesi.Blok saraf berguna untuk menentukan tinggi lesi dan mengetahui asal nyeri. Foto polos lumbosakral dapat dipertimbangkan pada NPB dengan disabilitas lebih dari enam minggu. Ini berguna untuk melihat fraktur dan dislokasi.Pemeriksaan penunjang yang lain Mielografi ,Computer Tomography scan ( CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging ( MRI ).Pemeriksaan MRI berguna bila tinggi lesi belum jelas. Terutama melihat defek intra dan ekstra dural serta melihat jaringan lunak. MRI diperlukan pada neoplasma ,infeksi,HNP atau deficit neurologis menetap dan nyeri menetap tanpa gejala tanda neurologic selama empat sampai delapan mimggu.Pada lesi medulla spinalis, MRI merupakan pilihan. Serta pemeriksaan laboratorium meliputi darah rutin, kimia darah ,pemeriksaan serologi ,faktor genetik dan tumor marker.

    Penatalaksanaan atau terapi NPB tergantung dari penyebabnya. Prinsip terapi pada NPB adalah terapi farmakologi , terapi non farmakologi ,terapi invasif non bedah dan terapi bedah. Jenis obat yang sering digunakan pada kasus NPB adalah analgesik non opioid ,analgesik opioid dan analgesik ajuvan. Terapi non farmakologi meliputi : terapi fisik ( terapi termal, masase, traksi, UKG, ultrasound, TENS, Chiropractic), terapi spiritual (biofeedback, terapi perilaku kognitif, terapi relaksasi , terapi musik), dan terapi enersi ( akupuntur, akupresur, refleksologi, prana, reiki, yoga, shiatsu). Tindakan bedah dipertimbangkan bila penanganan konservatif selama dua sampai empat bulan gagal disertai defek struktural objektif. Dalam perkembangan penatalaksanaan NPB sekarang berkembang penatalaksaan nyeri dengan Intervensi Pain Management .

    Apa itu Intervensi Pain Management ( IPM ) ?

    IPM adalah tindakan invasif non Bedah. Definisi IPM adalah Prosedur minimal invasif dengan menempatkan jarum secara tepat di sasaran dengan memberi obat pada area target atau merusak saraf yang menjadi target. IPM juga sudah dilakukan dan dikembangkan di SMC RS Telogorejo  sejak 4 tahun yang lalu. Bagaimana IPM itu dilakukan? IPM dilakukan dengan cara memasukkan obat – obatan antiinflamasi dan atau obat bius atau radio frekwensi langsung ditempat yang sakit Teknik ini menggunakan tehnologi C-arm flouroskopi terbaru yang dikenal aman dengan tingkat akurasi yang tinggi.

    Radiofrekwensi adalah energi listrik dengan ciri khusus. Listrik yang kita pakai sehari – hari di rumah memakai  50/ detik.Sedangkan radiofrekwensi ,frekwensi yang dipakai jauh lebih tinggi yaitu 500.000/detik.Radifrekwensi ini sudah lebih dari 30 tahun dipakai untuk menangani nyeri. Jarum yang dirancang khusus dan diposiskan dekat dengan saraf yang menyebabkan nyeri .Dengan bantuan sinar X jarum dapat diposisikan akurat.Setelah itu arus listrik radiofrekwensi dialirkan melalui jarum tadi sehingga ujung jarum menjadi panas.Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada saraf sangat selektif dan sedikit yang cukup untuk menghilangkan nyeri tanpa adanya kelainan fungsi.

    Akhir akhir ini dikembangkan alat radiofrekwensi berdenyut ( Pulsed radiofrekwensi ) yang menyempurnakan alat radiofrekwensi yang kontinyu.Arus listrik yang dipakai sama,namun arus tidak dipakai terus menerus , melainkan berupa burst pendek dua kali perdetik sehingga ada waktu jeda untuk mencegah terjadi panas berlebihan.Dengan tehnik ini panas yang terjadi tidak melebihi 42 derajad celcius karena antara 43 – 45 derajad celcius saraf akan rusak menetap dan pada ujung jarum akan timbul medan listrik yang sama sekali tidak merusak saraf. Karena pengaruh medan listrik ini merubah perilaku menghantar nyeri.

    Ada beberapa hal yang perlu diketahui setelah terapi radiofrekwensi berdenyut. Seperti telah disebut diatas , mekanisme radiofrekwensi berdenyut merubah perilaku saraf , jadi hal ini memerlukan waktu. Selama 4 minggu pertama setelah pengobatan bisa terjadi beberapa kemungkinan. Nyeri bisa hilang langsung tanpa kambuh. Kadang kadang seminggu sampai dua minggu setelah terapi , nyeri bisa sedikit meningkat sebelum akhirnya nyeri hilang.Oleh sebab itu kontrol pertama setelah terapi biasanya diperlukan setelah empat minggu.

    Hal yang perlu diketahui adalah suatu tahap pengobatan ,nyeri dapat kembali lagi. Hal ini disebabkan perubahan saraf oleh radiofrekwensi berdenyut tidak permanen. Bila tidak ada aliran listrik lagi pada saraf , secara bertahap keadaan kembali seperti semula dan prosedur harus diulang lagi. Lama perubahan ini bersifat perorangan. Pada sebagian besar pasien perubahan ini berkisar antara empat bulan sampai beberapa tahun.

    Apakah  bisa terjadi komplikasi ? Metode radiofrekwensi berdenyut ini hampir dapat dikatakan tidak membawa komplikasi .Cara ini tidak merugikan karena tidak merusak saraf. Memang pada waktu jarum ditusukkan ke tubuh bisa terjadi perdarahan. Namun prkateknya , ini sangatlah jarang. Oleh karena itu bila memakai obat antikoagulan untuk mengencerkan darah sebelum terapi dokter harus diberitahu terlebih dahulu.Kemungkinan terjadi infeksi bisa dicegah bila prosedur ini dilakukan secara steril.

    Radiofrekwensi seperti prosedur yang lain mempunyai indikasi dan kontraindikasi. Sebelum melakukan terapi radiofrekwensi perlu dipertimbangkan hal hal berikut:

    • Nyeri sudah diterapi dengan pengobatan non invasif namun tidak berhasil
    • Faktor psikologi dan sosial tidak berpengaruh besar terhadap persepsi nyeri
    • Tidak ada ketergantungan narkotik
    • Bukan nyeri karena gangguan saraf pusat
    • Lokasi nyeri konstan dan daerah nyeri terbatas
    • Blok diagnostik positif

    Jadi tujuan IPM adalah ;
    1    Menangani kasus nyeri yang tidak respon atau gagal dengan terapi medikamentosa / konservatif dengan Intervensional Pain Management
    2   Mengisi gap atau sela antara terapi konservatif dengan operatif dimana pasien masih
    belum mau dilakukan tindakan operasi .Dengan  invasif minimal dapat mengurangi
    nyeri jangka panjang atau permanen

    Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Call Center 24 jam SMC RS Telogorejo di nomor telepon (024) 8646 6000, (024) 8452912, Ph. 08112791949 (Dinda)

    Leave a reply →

Leave a reply

Cancel reply

Photostream