Gangguan Gerak : Parkinson-Patofisiologis dan Penatalaksanaan
dr. Muhamad Thohar Arifin, PhD. PA. Sp.BS(K) *)
“I have a form of Parkinson’s disease, which I don’t like. My legs don’t move when my brain tells them to. It’s very frustrating” (George H. W. Bush)
GERAKAN yang tidak normal dari anggota tubuh atau posisi tidak normal dari anggota tubuh disebut dengan gangguan gerak. Gangguan gerak ini disebabkan karena sistem saraf tidak bekerja dengan tepat. Manifestasi gangguan bisa gerakan yang berlebihan atau gerakan yang terlalu sedikit/ terbatas. Gangguan gerak yang bermanifestasi sebagai gerakan yang berlebihan, misalnya, tremor, gerakan menyentak atau berkedut dari tungkai atau kepala (dystonia). Penderita lain mungkin mengalami gerakan bagian tubuh yang terbatas, misalnya “kekakuan/spastisitas” atau tangan mengepal atau kaki yang kemudian sulit untuk digerakan. Gangguan ini dikelompokan menjadi 25 kelompok penyakit, misalnya : cerebral palsy,tremor, dyskinesia, dystonia (writer cramp, torticollis, blepharospasm), parkinson dan lainnya. Penyakit parkinson merupakan penyakit degeneratif, artinya perjalanan penyakit dirasakan penderita dengan menurunnya fungsi motorik dan kognitif. Perjalanan penyakit yang progresif dan disadari ini sering menyebabkan gangguan kualitas hidup penderita. Pendekatan yang menyeluruh diperlukan untuk membantu penderita. Dukungan dari keluarga dan lingkungan sangat menentukan kualitas hidup penderita. Dari sisi medis penatalaksanaan yang multi disiplin dan komprehensif dibutuhkan untuk menentukan tahapan terapi yang terbaik untuk penderita.
Gejala paling awal dan mencolok adalah gangguan motor yang terjadi bersama-sama, disebut dengan ‘parkinsonisme’. Manifestasinya berupa berkurangnya dan melambatnya gerakan (akinesia, bradikinesia), 34kekakuan otot (ridgiditas), dan tremor saat istirahat. Parkinsonism ini terjadi akibat degenerasi neuron dopaminergik di mesencephalon, yang berakibat defisiensi dopamin di area otak yang menerima input dopaminergik dari nigrostriatal-thalamo-cortical pathway khususnya regio post-commissural putamen dan gangliabasalis. Tulisan ini akan mengulas patofisologi parkinson dan penatalaksanaannya, terutama di bidang bedah. Ganglia basalis, thalamus dan cortex cerebri membentuk sirkuit /loop yang bertanggung jawab dalam fungsi motorik, assosiative dan limbic.
Sehingga bisa dipahami bahwa gejala dari parkinson “ bergerak tapi susah digerakkan, mau begerak cepat tapi bisanya lambat, tidak mau bergerak tapi anggota gerak bergerak-gerak”. Terapi medikamentosa-parkinson adalah levodopa. Levodopa dapat melewati barier otak, enzymaromaticL-aminoacid decarboxylase, atau dikenal dengan DOPA decarboxylase akan merubah L-dopa menjadi dopamin. Di sistem saraf perifer L-DOPA juga dirubah menjadi dopamin. Dopamin yang berlebihan akan mengganggu fungsi susunan saraf perifer. Gangguan pada saraf perifer di atasi dengan pemberian DOPA decarboxylase inhibitor (DDCI). Parkinsonisme muncul setelah kematian lebih dari 40.000 sel yang menghasilkan dopamin. Kematian sel ini bersifat progresif, sehingga pemberian levodopa dalam waktu panjang akan membebani kerja sel normal dan memunculkan efek samping berupa dyskinesia, dystonia. Terapi operasi pada parkinson berupa stimulasi atau terapi ablasi dengan radiofrekuensi dari target. Operasi stimulasi maupun ablasi menggunakan pendekatan stereotactic surgery. Stereotactic surgery menggunakan koordinat tiga dimensi untuk menentukan target. Koordinat didapatkan dari imaging baik berupa foto rontgen polos sampai MRI. Operasi stereotactic merupakan teknik operasi untuk menentukan target yang seakurat mungkin dengan ketepatan dalam hitungan millimeter. Untuk keperluan itu pasien akan dipasang frame di kepala. Cara pemasangan frame ini dengan bius lokal. Dengan kepala terpasang frame, pasien akan dilakukan foto MRI dengan ketebalan paling tipis 1 mm untuk menentukan target. Setelah target didapatkan dar hasil MRI, pasien akan menuju kamar operasi.
PENATALAKSANAAN
Daerah yang akan diiris kurang lebih 5 sd 7 centimeter saja, dengan bius lokal dan tulang dilubangi. Probe/alat yang dimasukkan ke target operasi berukuran 1 mm, target diperoleh dengan koordinat tiga dimensi dari MRI. Target yang dituju pada penderita parkinson sangat ditentukan oleh gejala yang ada dan pemahaman sirkuit ganglia-basalis-thalamus-cortical. Dalam dekade terakhir banyak pilihan baru pengobatan gangguan gerak.
Prosedur yang sering dilakuan adalah Pallidotomy posteroventral (Gpi), Talamotomi ventrolateral (Vim). Dengan perkembangan teknologi memungkinkan untuk menstimulasi sistem saraf pusat secara terus menerus yang dikenal dengan Deep Brain Stimulation (DBS). Target pada DBS hampir sama dengan lesionectomy (Vim, GPi dan STN).
Dua teknik (lesionectomy dan DBS ) menggunakan teknik yang sama, stereotactic surgery. Teknik ini memungkinkan untuk membuat irisan yang seminimal mungkin dari kulit, tulang dan otak, sehingga bisa mencegah kerusakan otak yang luas. Lesionectomy memiliki keuntungan yaitu gangguan yang diatasi bersifat menetap, sedangkan pada DBS gangguan tergantung dari stimulasi yang dilakukan. Penyesuaian stimulasi dengan gejala kadang memerlukan waktu, kadang bisa sehari. DBS memerlukan perawatan setiap bulan untuk mengevaluasi kerja alat dan kondisi batrei. Alat DBS perlu diganti jika batrei sudah habis (kira-kira 5 tahun). Teknologi terbaru alat DBS bisa di charge ulang, namun tetap memiliki masa kadaluwarsa (10 sd 25 tahun) dan memerlukan perawatan setiap bulan. Pilihan lesionektomi atau stimulasi sangat dipengaruhi oleh kondisi pasien, umur dan gejala yang dominan. Yang perlu menjadi perhatian pasien untuk memilih operasi adalah penderita tetap sadar selama operasi. Melalui teknik “awake stereotactic surgery” (pasien tetap sadar selama operasi) dokter akan mampu melihat dengan langsung hasil dari operasi pada saat itu juga dan pasien pun bisa langsung merasakan hasilnya. Masing-masing gangguan memerlukan penatalaksanaan individual yang paripurna dengan memperhatikan harapan dan tujuan dari penderita dan keluarga. Diskusi dengan dokter bedah saraf dan dokter saraf sangat diperlukan untuk memilih terapi yang sesuai. (*)
*) Dokter spesialis bedah saraf SMC RS Telogorejo.
Daftar Pustaka
- Diamond A, Jankovic J. The effect of deep brain stimulation on quality of life in movement disorders. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2005;76(9):1188-93.
- Deuschl G, Schade-Brittinger C, Krack P, Volkmann J, Scha¨fer H, et al. German Parkinson Study Group, Neurostimulation Section. A randomized trial of deep-brain stimulation for Parkinson’s disease. N Engl J Med 2006;355(9):896-908.
- Jankovic J. Motor fluctuations and dyskinesias in Parkinson’s disease: clinical manifestations. Mov Disord 2005;20 Suppl 11:S11-S16.
- Jankovic J, Stacy M. Medical management of levodopaassociated motor complications in patients with Parkinson’s disease. CNS Drugs 2007;21(8):677-92.
- Tan EK, Jankovic J. Movement disorder surgery: patient selection and evaluation of surgical results. In: Lozano AM, editor. Movement disorder surgery: progress and challenges, progress in neurological surgery. Basel, Switzerland: Karger; 2000. p. 78-90.