logo
  • Panggilan Kedaruratan
    024 - 845 7000
  • Reservasi & Call Centre
    024 - 8646 6000
  • Hotline BPJS
    0811 - 261 - 5046
  • Humas SMC RS Telogorejo
    0811 - 2791 - 949
  • Peran Mikrobiota Usus pada Penyakit IBS (Irritable Bowel Syndrome) dan IBD (Inflammatory Bowel Disease)

    Peran Mikrobiota Usus pada Penyakit IBS (Irritable Bowel Syndrome) dan IBD (Inflammatory Bowel Disease)

    dr. Arien Himawan, Sp.GK

    Perkembangan ilmu metagenomik yang terjadi pada beberapa tahun terakhir telah memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang mikrobiota dan kaitannya dengan kesehatan manusia. Bukti menunjukkan bahwa perubahan komposisi atau fungsi mikrobiota (disbiosis) dapat mengubah respon imun tubuh, metabolisme, permeabilitas usus, dan motilitas pencernaan sehingga mendorong terjadinya keadaan pro-inflamasi.

    Mikrobiota usus berperan penting untuk membantu melindungi pejamu dari penyakit. Hal ini menjadi salah satu tujuan dari modifikasi komposisi dan fungsi mikrobiota untuk menjaga, mencegah, memperbaiki, dan/atau mengobati penyakit saluran cerna. Mikrobiota usus menghambat proliferasi dan kolonisasi patogen yang berada di usus dan juga berkompetisi dalam memperoleh zat gizi. Selain itu, mikrobiota usus berperan pada diferensiasi dan maturasi sel imun usus, termasuk sel Th17, sel T regulator, sel limfoid bawaan, dan IgA yang menghasilkan sel B. Mikrobiota usus dipengaruhi oleh sejumlah faktor termasuk genetik, keadaan fisiologi pejamu (usia, penyakit, stres, dll) dan penggunaan obat-obatan, juga berperan sebagai organ metabolik yang berinteraksi dengan sel pejamu dan memiliki kemampuan untuk menjaga homeostasis. Mikrobiota usus berdampak penting pada respon kekebalan tubuh manusia, dan penting untuk pengembangan dan perluasan jaringan limfoid serta menjaga dan mengatur imunitas usus.

    Kontribusi mikrobiota usus lainnya yaitu pada metabolisme zat gizi dan vitamin. Mikrobiota usus juga berkolaborasi untuk mendapatkan energi dari makanan, terutama dengan fermentasi karbohidrat yang tak tercerna, yang memicu produksi asam lemak rantai pendek (SCFA), hidrogen dan karbondioksida.

    Prebiotik dan manfaatnya dalam sistem pencernaan

    Prebiotik merupakan serat makanan dari karbohidrat yang memiliki ketahanan terhadap asam hidroklorida dan enzim pencernaan sehingga tak terserap hingga dicerna di usus besar oleh mikroba kolon dan terjadi proses fermentasi. Prebiotik dikandung oleh karbohidrat kompleks termasuk inulin, fruktoligosakarida (FOS), galaktooligosakarida (GOS) dan pati resisten. Prebiotik berfungsi sebagai makanan mikroba kolon dan hasil fermentasinya oleh bifidobakterium adalah asam lemak rantai pendek /short-chain fatty acids (SCFAs) yaitu :

    • Butirat, adalah sumber utama bahan bakar untuk sel epitel kolon dan berkontribusi pada integritas struktural usus besar.
    • Asetat, terutama digunakan oleh jaringan rangka dan jantung,
    • Propionat, dimetabolisme oleh hati dan banyak diteliti karena pengaruhnya terhadap sintesis kolesterol.

     

    SCFA menstimulasi proliferasi strain Bifidobakterium di saluran usus dan menghambat pertumbuhan mikroba lainnya dengan mengurangi pH lumen untuk adhesi pada lapisan mukosa.

     

    buah kacangGambar 1. Makanan sumber Prebiotik

    Konsumsi prebiotik terbukti dapat meningkatkan massa feses, meningkatkan konsistensi feses, dan meningkatkan peristaltik. Prebiotik dapat meningkatkan penyerapan mineral tertentu seperti kalsium, selenium, dan magnesium karena kemampuan SCFA menghancurkan asam fitik kompleks dan pelepasan mineral dalam bentuk bebasnya. Penelitian saat ini menunjukkan bahwa SCFA memiliki fungsi lebih, bukan hanya mikroorganisme yang dapat bermanfaat untuk enterosit, namun dianggap sebagai pengatur sistem imun, metabolisme energi dan jaringan adiposa. Hal penting yang perlu dipahami adalah mikrobiota usus mempunyai peran langsung terhadap metabolisme asam empedu dari kolesterol makanan. Dalam usus, asam empedu primer mengikat reseptor sel, meningkatkan penyerapan vitamin larut lemak dan lemak, dan mengikat reseptor sel, seperti TGR-5, yang bila diaktifkan akan memicu beberapa efek metabolik protektif seperti kenaikan berat badan dan terjadinya steatosis hati. Metabolisme bakteri anaerobik meliputi fermentasi proteolitik di kolon distal, yang berasal dari derivat nitrogen seperti amina dan amonia, beberapa di antaranya memiliki efek karsinogenik.

    Ketika probiotik dan prebiotik diberikan secara simultan, kombinasi tersebut disebut sinbiotik. Sinbiotik dapat  meningkatkan bakteri baik dalam saluran cerna seperti subspesies Bifidobakterium dan Lactobacillus, yang menstimulasi peningkatan metabolisme anaerob sehingga meningkatkan produksi SCFA di usus. Prebiotik dalam campuran sinbiotik meningkatkan kelangsungan hidup bakteri probiotik dan merangsang aktivitas bakteri endogen pejamu. Pemberian sinbiotik dapat menyebabkan peningkatan jumlah bifidobakterium karena komponen prebiotik.

    mikorba-usus-768x493

    Disbiosis dan Irritable Bowel Syndrome (IBS)

    Irritable Bowel Syndrome (IBS) adalah gangguan saluran cerna yang ditandai dengan nyeri perut, kembung, diare, kram dan konstipasi. Banyak penelitian menunjukkan bahwa disbiosis usus terlibat dalam patogenesis IBS, khususnya disfungsi motilitas usus, permeabilitas usus, dan respon nyeri viseral.  Individu dengan IBS memiliki jumlah Ruminococcaceae dan Clostridium cluster XIVa lebih banyak, dibandingkan jumlah Bacteroides yang lebih rendah daripada individu sehat. Belum jelas apakah disbiosis usus merupakan penyebab atau akibat dari IBS. Hasil penelitian pada hewan coba menunjukkan bahwa peningkatan Bifidobakteria dan penurunan bakteri Enterobacteriaceae dan sulfat yang diisolasi dari pasien IBS dapat menyebabkan peningkatan kontraksi perut, yang merupakan gejala khas pasien dengan IBS. Pengamatan ini menegaskan bahwa disbiosis usus yang muncul pada pasien dengan IBS berkontribusi terhadap patogenesis penyakit. Pasien dengan IBS juga menunjukkan adanya gangguan pada fungsi metabolik usus, yang kemungkinan disebabkan oleh disbiosis dan berkorelasi dengan kejadian konstipasi. Ketidakseimbangan mikroba menyebabkan disfungsi usus dan berkontribusi pada gejala IBS.

    Beberapa meta-analisis telah menunjukkan bahwa patogenesis IBS dipengaruhi oleh beberapa faktor yang semuanya dapat menyebabkan disbiosis usus. Sebagai contoh, infeksi usus dengan bakteri patogen seperti Salmonella, Campylobacter, dan Shigella, dapat meningkatkan risiko perburukan IBS. Meskipun infeksi usus dapat secara langsung mempengaruhi motilitas saluran cerna, disbiosis akibat infeksi juga dapat menyebabkan gejala IBS.

    Probiotik dan IBD

    IBD (inflammatory bowel disease) termasuk penyakit Crohn/ Crohn’s disease (CD) dan ulcerative colitis (UC), adalah gangguan imunitas dengan kelainan genetik yang mendasari. Genomewide association studies (GWASs) menunjukkan bahwa gen pejamu berkorelasi dengan perkembangan CD dan UC, walaupun tidak setiap individu dengan kelainan genetik akan mengalami penyakit tersebut. Genetik pejamu dapat merubah komposisi mikrobiota usus dan mengarah pada pengembangan IBD. Probiotik terutama Bifidobakterium terbukti mempengaruhi fungsi sistem kekebalan tubuh akibat inflamasi mukosa. Efek anti-inflamasi probiotik secara in vitro dan pada hewan tidak selalu memberikan manfaat secara klinis. Hasil ini mungkin disebabkan oleh kompleksitas efek imunomodulasi probiotik, dengan efek terhadap gejala pasien yang sulit diukur dan strain probiotik yang diberikan.

    Asupan rendah serat menyebabkan penurunan jumlah mikrobiota saluran cerna sehingga meningkatkan risiko obesitas, penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus tipe 2, dan kanker kolon. Anjuran konsumsi serat sekitar 7 sajian per hari, rata-rata orang dewasa di Amerika mengkonsumsi serat antara 12-18 gram per hari, 14 gram per hari di Inggris dan sekitar 16-19 gram/hari di Eropa.

    scale-768x474

     

    Daftar Pustaka

    1. Ianiro G, Pecere S, Giorgio V, Gasbarrini A, Cammarota G. . Digestive Enzyme Supplementation in Gastrointestinal Diseases.  Current Drug Metabolism. 2016. 17:187-93.
    2. Passos MCF,  and Filho JPM. Intestinal microbiota in digestive diseases. Arq Gastroenterol • 2017.
    3. Roberfroid M, Gibson GR, Hoyles L, McCartney AL, Rastall R,  et al. Prebiotic effects: metabolic and health benefits.  Br J Nutr. August 2010. 104. 2:S1-63.
    4. Jones JM. Dietary Fiber Future Directions: Integrating New Definitions and Findings to Inform Nutrition Research and Communication. Adv Nutr. Jan 1 2013. 4(1):8-15.
    5. Yoo J, Kim S. Probiotics and Prebiotics: Present Status and Future Perspectives on Metabolic Disorders. Nutrients. 2016. 8:173.
    6. Bull J, M.  Treatments for Chronic Gastrointestinal Disease and Gut Dysbiosis. Integrative Medicine. 2015.
    7. Kitamoto N,H, Kitamoto, S, Kuffa, P, Kamada, N.  Pathogenic role of the gut microbiota in gastrointestinal diseases. Intest Res 2016;14:127-138
    Leave a reply →

Leave a reply

Cancel reply

Photostream